Dulu seorang misionaris, yaitu David Flood yang pernah pergi ke benua Afrika, tepatnya di negara Zaire mengalami kekecewaan yang luar biasa. Ia kecewa kepada Tuhan karena selama melayani di sana tidak ada seorang pun yang bertobat. Tidak itu saja, kekecewaan sang misionaris semakin
memuncak karena di ladang misi ia kehilangan istri tercintanya yang terkena penyakit malaria. Bagi Flood, misi ke Afrika adalah misi yang hanya merampas keluarganya. Akhirnya sang misionaris memutuskan pulang ke negaranya. Ia mulai mabuk-mabukkan, meninggalkan gereja dan membenci nama Tuhan.
Puluhan tahun kemudian di usia yang sudah senja dan di tengah-tengah kehancuran hidupnya sang mantan misionaris ini bertemu dengan seorang penginjil kulit hitam dari Afrika. Dalam kesaksiannya, si penginjil kulit hitam itu menceritakan bahwa ia yang dulu seorang animisme bisa mengenal Yesus dan bertekad melayani Tuhan karena puluhan tahun yang lalu ia pernah mendengar Injil dari sebuah keluarga misionaris.
Mendengar itu, Flood meneteskan air mata. Ia ingat, dulu di Afrika keluarganya mempunyai seorang pembantu, anak laki-laki kulit hitam. Dan ia tahu betul anak itu adalah hamba Tuhan yang sekarang berdiri di depannya.
Ternyata Injil yang sudah ditabur tidak pernah sia-sia. Mungkin saja pelayanan kita kelihatannya gagal, tetapi sebenarnya tanpa kita sadari benih Injil yang pernah ditabur sedang tumbuh dan kelak menghasilkan buah. Teruslah menginjil