Waktu kepala pasukan yang berdiri berhadapan dengan Dia melihat mati-Nya demikian, berkatalah ia: “Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!” (Lukas 15:39)
Istilah salib merupakan istilah yang paling hina dan menjijikan sejak itu dijadikan sebagai alat untuk menghukum mati para penjahat besar di masa lalu. Tetapi menariknya adalah salib yang hina dan menjijikan itu tiba-tiba memiliki arti yang mulia ketika Yesus mati di atasnya. Salib menjadi alat yang mengubahkan hidup banyak orang – setidaknya hal itulah yang dirasakan oleh algojo, kepala pasukan yang ikut menyalibkan Yesus.
Kepala pasukan yang ikut menyalibkan Kristus ini berlatar belakang kafir, orang yang tidak mengenal Allah. Sebagai prajurit dan sekaligus sebagai orang kafir, tentu saja sang algojo ikut melaksanakan penyaliban Yesus sama seperti penyaliban penjahat-penjahat besar lainnya yang pernah disalibkan sebelumnya. Sepanjang prosesi penyaliban, sang algojo tidak merasakan sesuatu yang aneh. Di matanya Yesus hanyalah seorang terhukum yang layak untuk disalibkan. Bahkan mungkin saja dengan statusnya sebagai kepala pasukan ia berperan besar dalam penyiksaaan Yesus. Dan pastilah sumpah serapah, hinaan, olok-olokan dan caci maki yang dilontarkan kepada Yesus keluar juga dari mulut sang kepala pasukan.
Sampai di sini penyaliban Yesus masih sama saja dengan penyaliban penjahat-penjahat besar lainnya, dan salib masih saja menjadi istilah yang hina dan menjijikan di mata sang kepala pasukan. Tetapi ketika Kristus menyelesaikan karya penyelamatan yang agung di atas kayu salib dan berseru demikian: “Sudah selesai” (Yohanes 19:30), maka seketika itu juga untuk pertama kalinya kepala pasukan memberikan pengakuan imannya: “Sungguh, orang ini adalah Anak Allah!” (Lukas 15:39).
Pengakuan bahwa Yesus adalah Anak Allah tidaklah mudah keluar dari mulut seorang prajurit Romawi yang berlatar belakang kafir. Tetapi kalau ia sampai berkata demikian berarti sesuatu yang luarbisa telah terjadi dalam hidupnya, yaitu SALIB TELAH MENGUBAHKAN HIDUPNYA. Ia tidak lagi memandang Kristus sama seperti penjahat-penjahat besar lainnya. Tetapi saat itu ia melihat Kristus sebagai Anak Allah yang mau mati menjadi tebusan bagi manusia berdosa temasuk dirinya sendiri.
Jemaat Petra, menjelang peringatan Jumat Agung tahun ini marilah kita bertanya: apakah salib Kristus telah mengubahkan hidupku? Doa saya kiranya kita ada di posisi sang kepala pasukan yang mau mengakui Yesus sebagai Anak Allah.
Mengakui Yesus sebagai Anak Allah tidak hanya sebatas di mulut
tetapi lebih jauh lagi dalam sikap hidup kita setiap hari. Amin.