Sebuah
Kesaksian
Saya
masih ingat seorang Profesor teman saya menganjurkan, mulailah
bermimpi/memimpikan apa yang kau ingin capai dalam cita-cita hidupmu, dan lalu
mulailah bertindak, mulailah melangkah, sekalipun langkah pertama dimulai hanya
dengan setengah langkah. Yang penting mulai melangkah dan berlanjut melangkah.
Dan jangan pernah putus asa. Berkomitmenlah! Sang profesor memang telah membuktikan sendiri kiat-kiat itu, dan ia sukses! Apa yang diimpikannya satu persatu tercapai.
Dan jangan pernah putus asa. Berkomitmenlah! Sang profesor memang telah membuktikan sendiri kiat-kiat itu, dan ia sukses! Apa yang diimpikannya satu persatu tercapai.
Tahun
1982, saat saya masih tinggal sendirian di rumah besar milik abang saya untuk
menjagainya, teman yang setia di malam hari adalah sebuah pesawat radio kecil.
Sembari membuat tugas dari dosen, atau belajar, saya menyetel radio itu
mendengarkan siaran rohani kristen. Saya suka menikmati sajian acara radio
rohani tersebut. Sampai pada suatu malam hati saya berkata pada Tuhan : Tuhan
saya ingin sekali menjadi penyiar di radio rohani itu, tapi mana mungkin Tuhan,
saya tidak tahu seluk beluk dunia radio siaran, dan lagi pula saya mahasiswa
sastra. Nah, saya hanya melontarkan sebuah kerinduan dan tidak pernah ada upaya
untuk datang ke kantor radio itu karena dilatarbelakangi kontradiktif
skill/ketrampilan yang saya miliki saat itu. Jadi hanya pada saat itu saja saya
rindukan untuk jadi penyiar tapi tidak berlama-lama memimpikannya.
Namun
apa yang terjadi kemudian?
Dua
tahun kemudian, saat saya sedang nongkrong di sekretariat persekutuan mahasiswa
kristen di kampus saya, datanglah seorang teman wanita (yang ternyata dia
penyiar honorer di radio yang sering saya dengar itu) menghampiri saya sembari
berujar: mau nggak kamu melamar posisi peresensi puisi di radio saya? Kamu kan
mahasiswa sastra dan sering bikin puisi serta pentas puisi di kampus kita ini.
Wah ditantang begitu, tentu saja saya ladeni. Maka mulailah saya berkiprah di
stasion radio yang tahun 1982 lalu sempat saya rindukan sesaat. Dari tukang
membuat naskah resensi puisi, akhirnya di-test jadi penyiar, lalu jadi penyiar,
dan seterusnya tugas-tugas saya di radio itu merambah ke mana-mana sampai
dengan berprofesi saat ini sebagai konsultan radio siaran dan menjadi pemandu
acara yang direkrut secara khusus oleh lembaga-lembaga kristen maupun gereja
yang bersiaran di sebuah stasion radio rohani di Jakarta. Bila merenungkan
semua hal ini saat ini maka dalam hidup saya telah terjadi dan terwujud sesuatu
yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Segala pujian hanya untuk Tuhan!
Tuhan
tahu keperluan kita. Bahkan yang sama sekali tidak terpikirkan oleh kita ke
depan. Juga Tuhan mau menunjukkan betapa berkuasanya Dia. Betapa dia selalu
memiliki rencana yang terbaik untuk kita. DIA tahu isi doa kita yang paling
dalam yang tak mampu kita ungkapkan dan kita pikirkan. DIA sangat menghargai seruan
kita.
Seorang
bapak pendeta pernah memberikan ayat Firman Tuhan berikut ini untuk saya
renungkan : (I Korintus 2 : 9) Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang
tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan
yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah
untuk mereka yang mengasihi Dia. (Penulis : Tema Adiputra)