BEKERJA
I. PENDAHULUAN
Dalam minggu ini Indonesia kembali memprotes Malaysia atas perlakuan kasar terhadap para TKI yang bekerja di negara itu. Terlepas dari persoalan politik kedua negara, satu hal yang perlu kita renungkan dari peristiwa itu yaitu tentang kurangnya penghargaan bagi setiap orang yang bekerja. Padahal setiap orang yang melakukan pekerjaan yang baik apapun namanya itu sudah seharusnya dihargai. Bisa saja jenis pekerjaan yang digeluti tiap-tiap orang berbeda-beda tetapi semuanya sama mempunyai nilai dan itu yang perlu dihargai. Tidak boleh ada perbedaan.
Demikian pula dengan yang diajarkan oleh Alkitab. Di dalam Alkitab dicatat tentang banyak tokoh yang dikenal sebagai pekerja dan atas mereka diberikan penghargaan yang tinggi. Penghargaan itu nampak dari sikap Allah yang memberikan teladan kepada manusia untuk bekerja (Kej 1:1-31). Jika Allah sendiri melakukan hal yang sama, yaitu bekerja maka tidak diragukan lagi bahwa bekerja itu baik adanya dan perlu dihargai.
II. MAKNA BEKERJA
Jika kita buat defenisi sendiri tentang bekerja maka kita bisa saja mengartikannya sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan untuk mencari makan. Tidak bekerja maka tidak makan, itulah hukum alam yang kita pahami dan yang juga ditegaskan oleh Paulus dalam nasehatnya kepada jemaat di Tesalonika. Dan masih banyak lagi arti bekerja yang bisa kita buat menurut pengertian masing-masing. Sementara itu dari Alkitab kita bisa menarik makna bekerja sebagai perbuatan atau karya yang mengelola alam ini sebagaimana yang dikehendaki Allah pada masa penciptaan ( Kej 2:15).
Dari makna bekerja ini sekarang kita bisa mengerti bahwa ketika seseorang melakukan suatu pekerjaan itu semata-mata karena ada dorongan untuk melaksanakan kehendak Allah yang sudah digariskan pada awal sejarah dunia. Bekerja bukan saja didorong oleh keingingan untuk mencari makan. Kalau motivasinya hanya untuk mencari makan, sebenarnya tidak bekerja pun bisa makan (walaupun itu salah), misalnya meminta-minta, mencuri atau memeras.
Jadi ketika kita sedang melakukan suatu pekerjaan biarlah kita sungguh-sungguh menyadari dan berani berkata: ‘Aku sedang melaksanakan kehendak Allah.’ Dengan kesadaran seperti ini juga akan membantu kita untuk menghargai tiap-tiap pekerjaan, apapun itu, yang Tuhan percayakan bagi kita untuk dikelola. Dan dengan penuh percaya diri kita bisa berdiri dan berkata: ‘Aku adalah wakil Allah Pencipta langit dan bumi dalam pekerjaan ini.
III. BEKERJA SEBAGAI PANGGILAN
Berhubungan dengan makna bekerja tadi di atas, sekarang kita akan melihat satu kenyataan lain bahwa bekerja itu merupakan panggilan. Panggilan Allah bukan hanya sebatas perkara-perkara rohani – Allah tidak dibatasi hanya dalam perkara rohani saja. Namun di dalam perkara-perkara sekulerpun (baca: umum) ada panggilan Allah yang harus ditanggapi oleh setiap orang.
Barangkali tidak semua orang bisa mengetahui ini, bahwa Allah memanggilnya dalam pekerjannya masing-masing. Seseorang yang bekerja dan tidak menyadari itu sebagai panggilan bisa saja berpikiran bahwa pekerjaan yang sedang ia gelutin merupakan hasil jerih payahnya sendiri atau sesuatu yang kebetulan diperoleh. Cara berpikir seperti ini jelas-jelas mengeluarkan Allah dari pekerjaan kita. Tetapi apa pun yang menjadi konsep pemikiran manusia, satu hal yang tidak dapat disangkali bahwa Allah punya andil besar dalam pekerjaan kita. Ia-lah yang memanggil dan memberikan kita pekerjaan untuk dikelola menurut kehendak-Nya.
Sebagai bukti nyata bahwa Allah yang memanggil dan menetapkan kita untuk bekerja, yaitu tercatat dalam kisah penciptaan. Setelah Allah selesai menciptakan alam semesta ini selanjutnya Ia memberikan mandat kudus kepada manusia untuk mengelola dan memelihara alam ini (Kej 2:15). Selain itu di dalam perintah keempat dari sepuluh perintah Allah tersirat kebenaran bahwa bekerja merupakan maksuda Allah bagi manusia. Dan masih banyak lagi ayat-ayat Alkitab yang menegaskan bahwa bekerja sebagai panggilan Allah.
Jikalau Allah yang memanggil kita untuk bekerja maka tentunya itu adalah sesuatu yang baik dan menyukakan kita. Tetapi bukankah kenyatannya saat ini bagi banyak orang pekerjaan sudah menjadi beban hidup? Benar! Hal itu bisa terjadi bukan karena Allah salah dalam merancang manusia untuk menjadi pekerja. Kesalahan terletak pada manusia sendiri, yaitu keberdosaannya. Masuknya dosa ke dalam dunia mengubah kerja dari kegembiraan menjadi kejerihpayahan (Kej 3:16-19). Dengan demikian kerja menjadi beban ganti berkat, dan sekalipun tidak jahat di dalam dirinya, kerja menjadi kehilangan nilaninya yang sesungguhnya. Selain itu kerja telah menjadi kesempatan berbuat dosa; apabila kerja menjadi tujuan satu-satunya maka itu bisa menjadi berhala (Pkh 2:4-11, 20-23, Luk 12:16-22). Dan bagi beberapa orang kerja telah menjadi alat untuk menghisap dan menindas.
Jadi, apakah karena dosa telah merusak maksud semula Allah dalam pekerjaan manusia lalu pekerjaan sudah menjadi sesuatu yang tidak lagi berarti, tidak perlu lagi dilakukan dan mandat Allah dalam Kej 2:15 sudah tidak lagi berlaku. Jawabannya: Tentu saja tidak! Di dalam karya penyelamatan yang dikerjakan Kristus, kerja diubah lagi menjadi alat berkat. Sudah sejak awal, kekristenan menghukum kemalasan, termasuk kemalasan atas nama agama (1 Tes 4:11, Ef 4:28 dan 1 Tim 5:13). Dan tokoh-tokoh Alkitab memberikan teladan yang baik bagaimana manusia harus kembali kepada maksud semula Allah yang mentapkan pekerjaan sebagai panggilan-Nya.
IV. PEKERJAAN SEBAGAI SARANA KESAKSIAN
Dalam Amanat Agung Tuhan Yesus terdapat perintah untuk menjadi saksi-Nya ke seluruh dunia. Dalam melaksanakan Amanat Agung ini sebagian besar orang Kristen telah membaktikan hidupnya dalam pelayanan rohani dengan menjadi pendeta, misionaris dan penginjil. Tindakan yang diambil itu memang baik dan tepat sasaran untuk menjadi saksi Tuhan. Namun seberapa banyakkah diantara kita yang berpikir bahwa tanpa menjadi pelayanan rohani pun kita bisa melaksanakan Amanat Agung Tuhan Yesus dengan menjadi saksi-Nya.
Menjadi saksi Tuhan bisa dilakukan melalui pekerjaan yang kita geluti. Ketika kita bekerja dengan menerapkan prinsip-prinsip firman Allah di dalamnya, misalnya tidak melakukan penipuan, tidak korupsi, tidak memeras atau tidak memanipulasi bukankah itu akan membuat kita menjadi berbeda dengan orang lain yang umumnya memang melakukan praktek-praktek duniawi dalam pekerjaannya. Dengan menerapkan firman Allah ini pada akhirnya orang akan memuliakan Tuhan. Dan ketika itu sudah terjadi maka Amanat Agung Tuhan Yesus dapatlah terlaksana. Meneguhkan hal ini firman Tuhan menasehati kita juga untuk menjadi garam dan terang dunia (Mat 5:13-16). Dunia yang dimaksud, salah satunya, yaitu dunia pekerjaan kita.
V. PENUTUP
Akhirnya dari pengajaran ini, sebagai jemaat Tuhan marilah kita menerima kenyataan bahwa bekerja merupakan rancangan Allah yang Ia tetapkan untuk kita laksanakan. Itu bukan lagi beban hidup yang harus dihindari. Dan dengan itu juga kita orang Kristen harus menjadi pekerja-pekerja yang baik. Laksanakanlah mandat Allah dalam Kej 2:15 dengan sepenuh hati dan kita akan tahu bagaimana Allah memberkati kita dengan luar biasa. Dan dari situ nanti kita bisa menjadi kesaksian bagi banyak orang.