Doa
I. PENDAHULUAN
Sejak zaman dulu doa merupakan bagian tak terpisahkan dari liturgi (susunan acara) ibadah Kristen secara umum dan juga bagian tak terpisahkan dari hidup orang Kristen secara pribadi. Hal itu nyata di tengah-tengah gereja ‘kita’ sendiri dimana setiap kali beribadah pasti selalu ada bagian doanya dan dalam praktek hidup sehari-hari pun, di luar gereja, kita juga melakukan doa.
Praktek doa merupakan sesuatu yang nampaknya sangat mudah dilakukan oleh siapapun, tidak seperti bagian liturgi lain yang lebih rumit prakteknya dan hanya dilakukan oleh orang tertentu, contohnya khotbah. Walaupun demikian bukan berarti doa menjadi sesuatu yang sepele atau tidak terlalu penting. Justru sebaliknya doa mempunyai peranan penting dalam kehidupan kekristenan.
II. PENGERTIAN DOA
Apabila diajukan pertanyaan apa itu doa, akan didapatkan beragam jawaban menurut pengertian masing-masing. Ada yang menjawab, doa adalah nafas hidup orang percaya, doa adalah komunikasi manusia dengan Tuhan. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan, doa adalah permohonan (pujian, pemujaan) kepada Tuhan.
Sementara itu pengertian doa yang bisa disarikan dari seluruh pengajaran Alkitab adalah ibadah yang mencakup segala sikap roh manusia dalam pendekatannya kepada Allah. Orang Kristen dikatakan beribadah kepada Allah jika ia memuja, mengakui, memuji dan mengajukan permohonan kepada Allah dalam doa. Doa juga bisa dipandang sebagai persekutuan dengan Allah, selama penekanannya diberikan kepada inisiatif Allah, jadi artinya seseorang mampu berdoa semata-mata hanya karena Allah sudah menyentuh rohnya.
Dari pengertian doa ini kita sebagai jemaat hendaknya menyadari bahwa doa itu bukan hanya bagian dari ibadah tetapi ibadah itu sendiri. Barangkali selama ini kita memahami yang disebut ibadah itu adalah acara yang terdiri dari unsur pujian, doa, khotbah dan kolekte. Jika salah satu dari unsur itu tidak ada maka itu bukan ibadah. Namun setelah tahu pengertian doa tadi, biarlah kita jangan lagi memahami ibadah dengan terpaku pada unsur-unsur yang ada. Tetapi dengan doa saja itu sudah ibadah.
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan bahwa kita mampu berdoa bukan semata-mata karena keingingan kita. Tetapi kita mampu berdoa itu karena Allah-lah yang terlebih dahulu sudah menyentuh roh kita, artinya Allah yang berinisiatif mendorong kita untuk berdoa. Dan dengan itu doa kita pun akan terarah sesuai dengan kehendak Allah.
III. MENGAPA PERLU BERDOA?
Pertanyaan ini mestinya tidak perlu lagi diajukan karena bagi setiap orang yang beragama doa sudah menjadi kebutuhan. Tapi perlu juga menjawab pertanyaan ini untuk meluruskan kembali motivasi-motivasi yang salah dalam doa. Pertanyaan mengapa berdoa, bisa dijawab dengan dua alasan, yaitu karena doa itu adalah ibadah dan karena dalam doa manusia mengajukan permohonanya kepada Allah.
Pertama, doa adalah ibadah. Oleh karena doa adalah ibadah maka sudahlah sewajarnya kalau manusia berdoa kepada Allah. Ia datang kepada Allah tidak melulu mengajukan permintaan (yang harus dipenuhi). Kalau doa adalah ibadah maka tidaklah seharusnya manusia menuntut Allah untuk selalu memenuhi permintaannya, justru sebaliknya dalam doa yang ibadah itu manusia yang ‘memberi’ kepada Allah.
Dan yang kedua, manusia berdoa karena di situ ia mengajukan permohonannya kepada Alah. Manusia pada dasarnya tidak memiliki apa-apa untuk menunjang hidupnya. Ia membutuhkan suatu pribadi yang lebih dari padanya dan sanggup memenuhi kebutuhannya. Dan pribadi itu adalah Allah. Karena itu dalam kepapaannya manusia perlu berdoa kepada Allah untuk memenuhi apa yang ia butuhkan.
Barangkali ini nampaknya bertentangan dengan yang pertama tadi, tapi kalau direnungkan lagi sebenarnya keduanya sejajar. Dalam doa memang manusia bisa mengajukan permintaannya kepada Allah. Hanya permintaan ini perlu dikawal agar manusia tidak memperlakukan Allah seperti pribadi yang punya hutang dan yang wajib menjawab doa-doa manusia. Hal itu hanya bisa terjadi kalau dalam permintaanya manusia menyadari bahwa doa-doanya tidak melulu permintaan tetapi juga ibadahnya kepada Allah.
IV. PERANAN ROH KUDUS DALAM DOA
Dalam keberdosaannya manusia selalu berpeluang melakukan kesalahan kepada Allah termasuk ketika berdoa. Doa yang dinaikkan di hadapan Allah tidak dapat dipungkiri bahwa seringkali bukannya menyenangkan Allah tetapi justru membuat-Nya tidak berkenan karena isi doa yang salah. Doa yang salah itu misalnya adalah doa yang egois dan memaksakan. Ini sudah umum dan manusiawi karena pada dasarnya sifat manusia memang hanya untuk mencari kepentingan sendiri.
Untuk mengoreksi kesalahan seperti ini maka doa-doa yang dinaikkan mesti dikontrol oleh Roh Kudus. Allah mengirim Penghibur yang agung, yang sekaligus menjadi guru untuk memimpin manusia ke dalam kebenaran. Roh Kudus menolong manusia berdoa, dengan keluh kesah yang tidak terkatakan (Roma 8:26).
Biasanya ayat ini ditafsirkan sebagai doa dalam bahasa roh, dimana Roh Kudus yang berdoa baginya dengan keluh kesah. Sebenarnya maksud ayat ini ialah Roh Kudus yang mengontrol doa yang selalu jatuh pada kecenderungan egosentris, salah, tidak fokus dan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Selain itu, ketika dalam pergumulan berat yang tidak dapat ditanggung Roh Kudus berperan menopang, memberi kekuatan, memberi dorongan sehingga seseorang bisa berdoa kembali.
V. PRAKTEK DOA KRISTEN
Setelah mengetahui pengajaran di atas maka sekarang doa perlu dipraktekkan. Dalam mempraktekkan doa dalam kehidupan sehari-hari perlu diperhatikan beberapa prinsip yang diajarkan Alkitab. Dan prinsip-prinsip ini selalu mengacu pada pengajaran Tuhan Yesus yang Ia sampaikan dalam bentuk perumpaman.
Dalam perumpamaan mengenai teman meminjam roti tengah malam (Luk. 11:5-8), Yesus menekankan kesungguhan dalam doa. Perumpamaan tentag hakim yang lalim (Luk. 18:1-8) menantang untuk tekun berdoa. Dalam perumpamaan tentang pemungut cukai (Luk. 18:10-14) Yesus menuntut kerendahan hati dalam doa. Selain itu Yesus juga menuntut intensitas dalam doa (Mrk. 13:33). Dan yang tidak dapat dilupakan dalam doa, yaitu kemauan untuk mengampuni (Mat. 18:21-35). Sedangkan mengenai landasan doa, Yesus mengajarkan agar setiap doa yang dinaikan kepada Allah selalu dilandaskan dalam nama Yesus (Yoh. 14:13).
Prinsip-prinsip ini perlu diterapkan dalam doa. Setiap orang Kristen bisa saja berbeda dalam beberapa hal mengenai doa, misalnya dalam hal cara berdoa, waktu berdoa, tempat berdoa atau jumlah yang berdoa. Tetapi mengenai prinsip-prinsip di atas setiap orang Kristen mesti sama karena itulah yang Allah kehendaki.
VI. PENUTUP
Akhirnya kita harus mengakui bahwa jauh di lubuk hati, kita menginginkan agar setiap doa-doa kita kalau bisa dijawab oleh Allah. Mengimbangi keingingan ini mari kita mengambil hikmat dari nasehat seorang tokoh. Ia mengatakan doa yang benar – doa yang dijawab ialah pengakuan dan penerimaan terhadap kehendak ilahi (Yoh. 14:7; Mrk. 11:24). Arti nasehat ini, ketika kita sudah berdoa, apapun nanti jawabannya biarlah kita berbesar hati dan menerima apa yang menjadi kehendak Tuhan sama seperti doa Tuhan Yesus di Getsemani.