SI TUKANG SEPATU YANG MENJADI MISIONARIS
William Carey (1761-1834), seorang Inggris yang bekerja sebagai tukang sepatu menjadi lilin kecil yang membawa harapan baru bagi misi Kristen yang sudah lama redup. Ia bertekad untuk mengabdi sebagai misionaris. Untuk mewujudkan mimpinya itu ia menghadapi banyak sekali tantangan.
Tantangan pertama yang dihadapi Carey berasal dari orang Kirsten sendiri. Ketika si Tukang Sepatu ini mengajak gereja untuk menginjili bangsa-bangsa lain, ia dicela demikian: “Hai anak muda, jika Allah hendak menyelamatkan orang-orang kafir itu, Ia akan berbuat demikian tanpa kau dan saya.” Suatu kalimat yang menusuk dan mematahkan semangat. Tetapi Carey tidak menyerah, ia berkeras untuk pergi menginjil.
Setelah sekian lama menantikan, akhirnya ada kesempatan bagi Carey untuk mewujudkan doa, mimpi dan harapannya memberitakan Injil ke luar negeri. Ia mengumpulkan uang, mempersiapkan barangnya dan berpamitan pergi berlayar ke India, negara besar yang masih hidup dalam kegelapan. Tetapi apa yang terjadi? Pelayaran itu dibatalkan karena cuaca buruk dan peperangan. Bisa dipastikan batalnya pelayaran ini akan membuat si Tukang Sepatu menjadi kecewa, sedih, malu lalu mengubur ambisi besarnya itu. Apakah begitu? Tidak! Carey terus berjuang untuk menjadi misionaris.
Lalu tibalah kesempatan kedua bagi Carey untuk pergi berlayar. Pada tahun 1793 ia berlayar membawa keluarganya menuju India. Setelah itu apakah semuanya berjalan mulus? Tidak juga, tetapi justru ketika sudah di ladang misi-lah Carey menghadapi tantangan yang semakin berat.
Ia menjalani hari-harinya dengan air mata dan kepedihan. Selama 30 tahun melayani tidak ada jiwa yang dimenangkan – pelayanannya terasa sia-sia saja. Dan penguasa yang menjajah India pada waktu itu membatasi ruang gerak pelayanannya. Kebutuhan ekonomi menjadi tantangan juga bagi Carey, ketika melayani tidak ada yang mendukung keuangannya sehingga terpaksa ia melayani sambil bekerja sebagai buruh pabrik.
Keluarga Carey pun menjadi tangangan baginya. Sejak awal istrinya keberatan jika Carey menjadi misionaris – ia ikut suaminya dengan terpaksa. Selama di India Ny Carey terus mengeluh dan protes atas kondisi mereka yang miskin. Puncaknya, yaitu ketika Ny Carey menjadi depresi lalu meninggal. Ini pasti berat bagi si Tukang Kayu.
Tetapi sampai di sinipun Carey belum juga menyerah. Ia terus melanjutkan misinya hingga akhirnya ia bisa menyaksikan buah pelayanannya. Allah memberikan kepadanya jiwa-jiwa yang diselamatkan. Dan Carey terus bekerja menyebarkan Injil termasuk menerjemahkan Alkitab. Satu moto terkenal dari Carey adalah: ”USAHAKANLAH PERKARA-PERKARA BESAR BAGI ALLAH; NANTIKANLAH PERKARA-PERKARA BESAR DARI ALLAH.”
Carey, si Tukang Sepatu yang berambisi menjadi misionaris telah berhasil mewujudkan mimpinya. Pengabdiannya pada Injil telah menginspirasi ribuan orang Eropa sehingga mereka rela meninggalkan kenyamanan negarinya dan pergi ke pelosok-pelosok dunia termasuk ke pedalaman Indonesia. Masanya William Carey telah berlalu dan sekarang ’tongkat estafet’ ada ditangan kita, mari beritakan Injil sekarang juga kepada mereka yang belum percaya. Mereka ada di sekitar kita.