Sebuah
publikasi dari Solomon Hsiang, seorang asisten profesor di Universitas
California yang dimuat di jurnal 'Science' mereview 60 kajian dari
seluruh dunia, dan mengungkap adanya kaitan antara peristiwa-peristiwa
iklim seperti musim hujan dan gelombang panas dengan insiden kekerasan.
Menurutnya,
publikasi ini menunjukkan peristiwa iklim ekstrim dapat menyebabkan
perubahan pimpinan dan perubahan dalam lembaga-lembaga pemerintahan.
"Sebuah
studi lainnya mempelajari perilaku kekerasan dalam rumah tangga di
Brisbane. Hasilnya, bahwa pada hari-hari panas, jumlah orang yang
menelepon polisi untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga lebih
tinggi," kata Profesor Hsiang.
Hal
ini terkemuka ketika tim periset mendapati, terjadi peningkatan
kekerasan dalam rumah tangga di India selama musim kering baru-baru ini,
dan peningkatan dalam insiden serangan, perkosaan dan pembunuhan selama
gelombang panas di Amerika Serikat.
Selain
itu Profesor Hsiang mengatakan, pecahnya konflik yang lebih besar juga
dipandang bertepatan dengan pergeseran signifikan dalam pola cuaca.
Tim
penulis laporan sendiri tidak tahu pasti bagaimana perubahan cuaca
membuat orang lebih agresif. Dikatakan, faktor-faktor lain seperti
keterbelakangan ekonomi juga memainkan peranan.
"Ada
banyak studi dimana kita menempatkan beberapa orang di sebuah ruangan
yang panas dan beberapa orang lagi di sebuah ruangan yang sejuk dan kita
mengamati bagaimana tingkat laku mereka berubah," katanya.
Profesor
Hsiang memperkirakan terjadinya kenaikan dalam kekerasan rumah tangga
dan kekerasan pribadi serta konflik kelompok yang lebih besar sejalan
dengan kian meningkatnya tempetur dunia.
Dalam Roma 12:2, Firman Tuhan mengajar kita untuk tidak menjadi serupa dengan dunia, namun untuk berubah oleh budi kita sehingga kita dapat membedakan antara kehendak Allah dengan kebaikan dan kesempurnaan yang berasal dari padanya.